Jumat, 25 Maret 2011

Belum Ada Judul - Part 2

 II
    Bel istirahat sekolah berbunyi. Satu hal yang sedari tadi sudah dinanti-nati oleh Vanka, Eka, Yuri, Yosua, dan Wanto. Mereka semua sudah lapar. Apalagi Vanka dan Yuri. Mereka belum sarapan tadi pagi. Pelajaran Bu Heni pun lewat begitu saja di telinga mereka berdua. Mereka sudah memikirkan menu-menu apa saja yang ada di kantin. Makanya, saat bel istirahat berbunyi mereka berdua yang langsung melonjak dari kursinya masing-masing.
    Sesampainya di kantin yang berada di tingkat paling bawah, Vanka langsung memburu stand soto mie seharga empat ribu rupiah.
 Yuri adalah keturunan Jepang. Tapi dia sangat menyukai gudeg. Untung di sekolah menjual nasi gudeg. Jadi Yuri dapat menyantapnya kapan saja, apalagi saat lapar berat begini.
Dan Eka menjatuhkan pilihannya pada bubur ayam, yang hanya berisi bubur dengan kecap asin dan kerupuk. Dan mereka selalu tertawa bila membaca judulnya, ‘Bubur Ayam’.
    “Mana ayamnya? Ini mah bubur kecap.” Protes Eka. Tapi mau diapakan lagi. Daripada tidak makan. Dia memang tidak terlalu lapar. Tetapi sejak dia pernah sakit tifus satu tahun lalu, ibunya tidak mengijinkan perutnya kosong. Entah pengertian darimana kalau tifus itu berarti kelaparan?
Yosua dan Wanto lebih berselera dengan siomay di luar sekolah. Meskipun harus berdesak-desakan. Katanya, “Kan kalo beli pake usaha makannya lebih berasa.”
Padahal yang membuat siomay terasa enak itu kan dari bumbu kacang atau dari siomaynya sendiri.

Kamis, 24 Maret 2011

Kasihmu Nirwana Hidupku

Tegak ku disana
Mengaharap suatu kan kembali seperti dulu
Di saat kau dan aku tak terpisah

Tawamu bagai surya pagiku,
bersinar di hari-hari mendungku
Ceriamu bagai udara malamku,
berhembus semilir di tengah pengap hariku
Kasihmu bagai telaga tak berbatas,
Mengairi gersangnya hidupku,
di dunia yang sakit ini.

Hujan yang menyepuh tanah menjadi liat,
Lembayung senja yang mengukir indah sang mega,
Dan angin yang melantunkan simfoni dedaunan,
Itulah dirimu.

Kau yang membuat hari ini berarti
Tangis dan tawa kita menyatu,
Suka dan derita kita mengalir

Bersamamu,
tak pernah ku sesalkan hariku
Bersamamu,
tak kan pernah kulupa sedetikpun
Meski waktu berlari mengejar
Meski ego kan terdepan
Meski jarak kan terbentang

Dengarlah seruanku ini,
meskipun pikiran kan meninggalkanku dan lupakanmu
Hatiku tetap hidup disini
Menyimpan serpihan kasih dan segebung kenangan tentang kita

Karena setitik kasihmu,adalah nirwana hidupku



Senin,21 Juni 2010

Rabu, 23 Maret 2011

Belum ada Judul Part 1

                                                                I

    “Yovanka Katarina Anggraini Dwiastuti!” panggil Pak Sutyo dengan suara yang mampu meruntuhkan jantung setiap orang yang mendengarnya.
    “Iya,Pak.” Jawab Vanka sembari berdiri dari tempat duduknya.
    “Sini kamu! Jadi anak cewek kok males! Apa-apaan ini?! Buku PR kosong melompong! Kamu kira saya bisa dibodohi!” omel Pak Sutyo setelah mendapati buku PR Vanka kosong.
Dengan wajah tanpa dosa Vanka menghampiri Pak Sutyo yang sudah siap menyemprotnya lagi dengan ‘karangan’nya. Tapi ia menoleh sejenak saat melewati meja Yosua. Mulutnya berkomat-kamit dengan suara yang tidak satu semutpun dapat mendengar, sambil tersenyum pahit kepada Yosua. Kalau bisa diterka kira-kira bunyinya “Mati gue.”
Dan Yosua hanya bisa tertawa kecil.